cahaya teruslah bercahaya

on Kamis, Agustus 29, 2013
mengapa 'Halal' itu masih terasa begitu jauh untuk di gapai.



aku merasa seperti ikan.
yang hidup di air tapi masih ada perasaan takut terhadap air.

mempertanyakan kapan cahaya itu datang seperti  mempertanyaan kapan hujan turun di gurun pasir gersang
hampir terdengar mustahil.
Bertahun tahun hidup sendiri meski tak seperti seorang haci seekor lebah yang hidup sebatang kara.
sepi itu selalu menerpa rasa lebih dalam.
entah mungkin karena terlalu sering mendengar bunyi jangkrik.
atau suara tikus yang rajin 'berburu' didapur.
menerjang perabotan membuat bising ruang kosong.
lantas memang itu sebuah masalah?

tentu saja masalah
masalah untuk seorang diri yang merindu keramaian.
bahkan merindu sebuah pendampingan,
pendampingan siapa?

sang cahaya yang entah masih berada dimana
sampai di tikungan  jalan mana
tersesat di hutan belantara mana?
hanyut terbawa arus sungai deras yang seperti apa

cahaya itu masih dimana?
apa masih menyinari tampat yang bukan menjadi tanggung jawabnya?
lantas ia malah semakin jauh dari tempat yang seharunya ia sinari.

cahaya itu dimana?
apa masih setia menjaga cahayanya sebelum menemukan tempat yang memang seharusnya ia terangi?
lantas terus menjaga kegagahan cahayanya dengan sabar dan ikhlas atas kesendiriannya.

dan cahaya itu??
hai aku melihat sebuah cahaya sedikit redup
ada keluh yang membuat cahayanya sedikit memudar.
cahaya itu..
terlihat dekat, namun tak bisa didekap.
cahaya itu. harus berjuang melawan setiap apa yang hendak meredupkan cahayanya.

cahaya itu hidup dijalan yang berat.
berjuang untuk bisa menebarkan sedikit cahaya untuk orang disekelilingnya
lantas cahaya itu jatuh bangun agar tetap terjaga sinarnya.

ingin sekali aku ikut mendekapnya
mendampingi perjuangannya. tapi...
mengapa meski terlihat dekat, cahaya itu masih terasa jauh untuk di raih
mengapa cahaya itu belum diperkenankan pengusir sepi ini?

padahal cahaya itu butuh aku
aku butuh cahaya itu.

kembalikan aku ke bumi

ingin sekali rasanya aku menulis hal terjujur yang slalu tak berani aku tulis, tentang sedikit gemuruh hati, berjuta kumpulan asa, tentang miliaran bahagia dan kesedihan.

jika suatu saat kau temukanku amat acuh.
jangan khawatir bukan berarti aku membencimu
jika suatu saat kau temukanku diam penuh bisu.
tak usah takut bukan karena aku marah padamu
jika suatu saat sikapku menyiksamu.
maaf kanlah karena itu diluar kehendakku.

sedikit jauh mengenal sebuah rasa yang tak pernah diduga hadirnya
hampir buatku lupa dimana aku berpijak.
aku laksana dibawa jauh ke langit meninggalkan beribu lembar lembar kelam hidup.
tak ada hitam, tak ada kelam, dilangit semua penuh warna.
indah tak berbatas.
ingin sekali rasanya aku terus ikut ke langit, menikmati ribuan butir keindahan yang tersaji
menggenggam hal yang harusnya tak bisa ku genggam
ingin rasanya aku terus berada di langit, menikmati sentuhan lembut angin yang bisa bawakan bahagia
selalu lupakan duka yang tersisa
ingin rasanya aku terus di dekap awan, hingga tak ada lagi kekhawatiranku akan duka yang kembali menerjang.

tapi aku lupa, langit hanya kiasan
hanya selembar batas tipis yang hadir menutupi bertumpuk kenyataan.
seindah apapun bahagia yang langit tawarkan
kenyataan tetap akan menjadi pilihan terdepan.

dibawah sana
dibumi yang penuh hiruk pikuk jerit hati kesedihan
bertumpuk tawa kepura puraan
bahkan berjuta bahagia yang terpaksakan.
disitulah seharusnya kaki tetap dipijakan.
mengatur derap langkah arungi panjangnya jalan kehidupan

belajarlah menata syukur agar berat langkah tak pernah terukur
belajarlah membangun ikhlas agar bahagia tak mudah tergilas

dan kini saatnya.
jangan terlalu jauh membawaku terbang ke langit.
kembalikan lagi ke bumi dan biarkan kembali menata langkah meraih tujuan yang nyata 
adakalanya para penyeru kebenaran harus menjadi kepompong, berkarya dalam diam, bertahan dalam kesempitan. tetapi, bila tiba saatnya menjadi kupu - kupu, tak ada pilihan kecuali terbang, melantunkan kebaikan diantara bunga, menebar keindahan pada dunia. ~Salim A Fillah

Popular posts