Semester
empat segera usai, tugas akhir semester semakin membludak, melihat deretan
tugas yang sudah tercatat dengan rapi di buku catatan membuat kepala semakin
penat. Ah sudah terlalu lama menyibukan diri di kegiatan kampus, menenggelamkan
diri pada tugas dan beban akademik. Ahmmm beban? Mungkin sejenak semua ini
menjadi beban, karena mereka datang bersamaan, tak berikan ruang untuk bernafas
dengan lega lagi di akhir semester ini. Ya akhir semester yang lebih mengerikan
dari semester – semester sebelumnya, dosen – dosen yang hebat serentak
menitipkan tugas akhir sebagai Ujian Akhir Semester, jika satu atau dua mungkin
tak apa, tapi ini semuanya serupa, tugas yang harus dikerjakan bersamaan,
memaksa harus lebih aktif dan kerja keras, tidak sekedar duduk didepan laptop
dan tumpukan buku untuk menyelesaikannya, tapi menuntut untuk terjun ke
lapangan melakukan beberapa observasi di beberapa bidang, sampai ada yang
menuntut untuk pergi ke luar kota untuk observasi, demi apa ini semua di
lakukan? Tentu saja demi tugas akhir yang begitu romantis ini.
Sudahlah...
mungkin tidak dengan keluhan dan umpatan untuk menyelesaikan semua ini. Sedikit
demi sedikit harus aku sentuh dan selesaikan, tapi rasanya.. jika menyelesaikan
tugas penting dengan suasana hati dan fikiran yang penat seperti ini, apa bisa
menghasilkan tugas dengan maksimal? Sepertinya menyapa alam dan menikmati
pemandangan dari ketinggian bisa sedikit membantu.
Di minggu terakhir kuliah, aku
bersama 2 sahabatku, Beti dan Hani memutuskan untuk pergi ke tempat tinggi yang
kata orang disana kita bisa melihat pemandangan kota malang dan kota Batu yang
indah, di pagi hari malah bisa melihat indahnya matahari terbit. Hari itu rabu,
kami punya 2 tanggungan mata kuliah, tapi memberanikan diri untuk mengambil waktu
sempit sebelum kuliah untuk pergi ke sana, yaa ke Paralayang. Kami benar –
benar berniat untuk melihat matahari terbit disana pagi itu.
Pukul
04.20. setelah selesai shalat subuh, kami bertiga bergegas berangkat agar tak
ketinggalan menyaksikan indahnya matahari pagi di sana. Dengan baju hangat
lengkap kami berangkat menembus dinginnya pagi. Perjalanan yang kami tempuh
sekitar 45 menit untuk sampai ke puncak paralayang, dengan lengangnya jalan
pagi rute Malang-Batu membuat kami bisa sampai lebih cepat, meskipun harus
beberapa kali nyasar dan bertanya kepada warga setempat karena lupa jalan ke
sana, akhirnya kami sampai di puncak paralayang sekitar pukul 05.00, masih pagi
dan langit masih agak gelap. Dingin di puncak tentu saja sedikit mengganggu,
namun tidak mengurangi antusias kami menikmati pemandangan disana, sayang
sepertinya kabut menutupi langit pagi itu.
Dingin,
berkabut, aaahh matahari terbit tak terlihat pagi ini meskipun berada di tempat
tinggi. Kecewa? Tentu saja, tapi kami disini untuk refreshing menyegarkan pikiran sebelum bergelut dengan tugas akhir,
jadi apapun yang kami temui pagi ini di Paralayang, kami harus mensyukurinya.
Waktu semakin siang, kecewa kami sudah ikut hilang, terutama karena jepretan
kamera smartphone yang membuat kami
lebih riang. Sembari menikmati secangkir susu jahe hangat, kami tak lepas
pandang menikmati langit pagi di sana, seperti melihat miniatur bangunan yang
ada di Batu. Udara dingin seakan berubah sejuk, matahari meskipun sudah agak
tinggi akhirnya terlihat, sinarnya seakan menambahkan warna ceria di pagi itu.
Desir angin yang mengenai helaian daun di pepohonan seakan memberikan rasa
tenang pada pikiran.
Waktu
sudah menunjukan pukul 06.00 kami harus bergegas, 08.30 mata kuliah pertama
akan di mulai. Dengan mantap menarik gas, sepeda motor kami melaju dengan
cepat, tidak selancar ketika berangkat memang, karena orang – orang sudah
berebut ambil bagian di jalan untuk sampai ke tempat tujuan. Meski singkat,
setidaknya refreshing kali ini bisa
melepaskan sedikit penat.
artikel ini dibuat sebagai sumbangan tugas mata kuliah TIK untuk Lily :)